Tuesday, November 29, 2016

Surat Yang Tak Pernah Sampai (III)

Selamat ulang tahun, bang # # #.
Semoga sehat-sehat dan bahagia selalu.

Kita ga akan pernah bisa hidup kalau masih ada kebencian dan amarah di dalam diri. 
Maaf ya bang, hubungan kita harus berakhir kaya kemaren. Aku ngaku aku salah karna udah banyak marah-marah dan ga percaya, padahal suatu hubungan bisa jalan kalau dilandasin dengan rasa percaya. Mungkin aku bukan orang yang tepat buat abang. Maaf ya bang buat semuanya.

Nanti bakal ada sesuatu yang nyampe kekosan abang. Didalamnya nanti ada surat, kalau boleh, suratnya gausah dibaca ya bang, soalnya isinya mewek dan sangat drama, abang kan ga suka yang gitu-gitu. Tolong dibuang aja boleh ya.. 
Sesuatu itu udah kusiapin dari hari terakhir kita video call-an. Aku senang kalau masih bisa diterima dengan baik. Kalo gabisa juga gapapa kok bang, kirim balik aja lagi ke aku.
Aku harap kita tetap bisa jadi teman cerita kaya sebelumnya udah pernah kita lakuin, karna mungkin kemampuan terbaikku buat abang adalah sebagai teman, bukan jadi pacar yang bikin abang jadi susah dan sangat terbeban.

Semoga semua doanya dikabulin ya, terutama doa untuk jadi alumni hukum #. Hahaha..

Tuhan memberkati, bang.


-------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Hai, yang lagi baca. Aku mau cerita.
Ucapan ini lahir 2 hari sebelum tanggal 28.
Sebagian diriku -entah kenapa- merasakan hal ini setelah kado dan surat terkirim, kemudian menuliskannya di notes iphone ku. Agak bertolak belakangan dengan surat yang sudah dikirim, dan yang aku harapkan.

Awalnya, aku hendak mengirimkan ini tepat di tanggal 28, tapi atas anjuran seorang sahabat, aku tidak jadi melakukannya.

Anggaplah, ini salah satu caraku menyayangi seseorang dengan "berbeda". Aku sedang berusaha untuk menempatkan rasa sayang ini di tempat yang tepat. Karena sejatinya, rasa sayang tidak pernah memaksa dan tidak dipaksa, tidak menyakiti dan tidak disakiti olehnya.
Mungkin, kemampuan terbaikku dengan rasa sayang sebesar ini hanya bisa sebagai teman. Ia 'mematikan' untuk hubungan yang lebih serius lagi, long distance terlebih.

Entahlah..

Kamu tau? Perasaan ini malah balik menyakiti diriku sendiri, waktu tau apa yang aku lakukan salah dan menyakiti dirimu. Sedih, kecewa, marah, menyalahkan diri sendiri, berkali-kali mengingatkan betapa aku tidak akan pernah bisa, dan tidak akan cukup, saat itu menjadi satu sehingga satu-satunya yang terpikir olehku adalah menyudahinya saja. Aku minta maaf yang sebesar-besarnya untuk semuanya, sekali lagi.

Saat menulis ini, aku tidak tau sama sekali apa kabar kado yang aku kirimkan. Sampai tepat waktu, kah? Diterima, kah? Apa udah dibuka? Suka ngga, ya? Akan diapakan kado itu? Dikirim balik, kah?
Aku sama sekali tidak tau.

Tapi apapun keputusan itu, aku yakin tidak akan pernah salah. Karena kamu adalah seseorang yang paling tau dan sadar sesadar-sadarnya akan apa yang kamu benar-benar inginkan.

Semoga kita akan selalu baik-baik aja setelah ini, apapun bentuk hubungannya.

No comments:

Post a Comment